ANALISIS TEMATIK : Pengoptimalan Pembelajaran Sastra Sebagai Penanaman Pendidikan Karakter

Ditulis Oleh Admin

Rabu, 16 Agu 2023

ANALISIS TEMATIK:

PENGOPTIMALAN PEMBELAJARAN SASTRA SEBAGAI PENANAMAN PENDIDIKAN KARAKTER

Rina Armaini*)

*) armaini76@gmail.com

Sastra merupakan salah satu materi yang didaulat dapat menanamkan nilai-nilai karakter yang baik bagi siswanya. Semenjak digalakkannya educating for character, pembelajaran sastra menjadi sangat penting lagi karena pembelajaran sastra dapat membentuk karakter melalui pengalaman estetis sehingga tertanam sikap kritis, kreatif, memperhalus budi pekerti, serta peka terhadap fenomena sosial yang terjadi di lingkungan sekitar. Hal ini selaras dengan apa yang disampaikan oleh Ririn Ayu Wulandari dalam jurnal Fungsi sastra adalah dulce et utile, artinya indah dan bermanfaat. Dari aspek gubahan, sastra disusun dalam bentuk, yang apik dan menarik sehingga membuat orang senang membaca, mend engar, melihat, dan menikmatinya. Sementara itu, dari aspek isi ternyata karya sastra sangat bermanfaat. Di dalamnya terdapat nilai-nilai pendidikan moral yang berguna untuk menanamkan pendidikan karakter (Haryadi: 2011: 4).

 Profesor Hasanudin pada sebuah Seminar Online, tanggal 09 Juni 2020 dengan tema Karya Sastra Sumber Pendidikan Karakter. Hasanudin mengungkapkan bahwa karya sastra harus dimaknai dengan tepat, karena melalui pemaknaan yang tepat, maka peserta didik dapat mempelajari banyak nilai karakter untuk kehidupannya. Selain itu,  SPN. Fakhrunnas MA Jabbar salah satu pembicara pada sebuah Webinar dengan tema Kekerasan dalam Karya Sastra yang diselenggrakan oleh Balai Bahasa Provinsi Riau, Pekanbaru, 18 Juni 2020.  menyampaikan pendapat pakar sastra Prof. Dr. Nani Solihati yang menyatakan bahwa tidak ada satupun karya sastra yang tanpa makna, karya sastra selalu dibuat untuk memberi pesan dan merupakan formula tepat dalam pembentukan karakter bangsa.

 Dari penjelasan di atas, jelaslah bahwa sastra sebagai bagian dari materi yang diajarkan di dunia pendidikan  memiliki tujuan untuk memajukan budi pekerti melalui penanaman pendidikan karakter yang dibutuhkan oleh peserta didik sehingga diharapkan dapat menjadikan peserta didik terampil, berwawasan luas, dan berakhlak mulia. Peserta didik diharapkan tidak hanya memiliki kemampuan intelektual saja, lebih dari itu peserta didik juga diharapkan memiliki karakter yang baik. Kemampuan intelektual yang baik harus diimbangi dengan pendidikan karakter yang baik pula.

Pada saat ini, pendidikan karakter menjadi hal yang sangat penting melihat keadaan yang ada di tengah-tengah masyarakat. Masih banyak ditemukan kasus pelajar yang menunjukkan masih kurangnya karakter baik. Sebagai contoh, masih banyak terjadi penyalahgunaan media elektronik, seperti: internet, menonton film-film yang belum sesuai dengan usia anak, bermain game yang berlebihan, dan lain sebagainya. Selain itu, jika dilihat dari tiga aspek hasil pengembangan kultur sekolah tahun 2010 terlihat bahwa masih kurangnya karakter baik yang ada pada peserta didik, terutama dari segi kedisiplinan, kejujuran, persaudaraan, dan ketaatan beribadah (Zuchdi, dkk., 2013:114).

Selain apa yang telah dijelaskan di atas, Lickona (2013:20) mengemukakan ada sepuluh indikasi moral anak kurang baik yang perlu diperbaiki dan mendapatkan perhatian lebih agar berubah menjadi lebih baik. Sepuluh indikasi tersebut, yaitu kekerasan dan tindakan anarkis, pencurian, tindakan curang, pengabaian terhadap aturan yang berlaku, tawuran antarpeserta didik, penggunaan bahasa yang tidak baik, kematangan seksual yang terlalu dini dan penyimpangannya, dan sikap perusakan diri. Lickona (2013) menjelaskan bahwa nilai pendidikan karakter mengandung tiga unsur pokok, yaitu mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (desiring the good), dan melakukan kebaikan (doing the good). Ketiga unsur tersebut dapat diperoleh dari pembelajaran sastra yakni dengan cara mengapresiasi sebuah karya baik itu puisi, cerpen, novel, dan lain sebagainya untuk mengambil nilai kebaikan dalam setiap karya tersebut.

 Bagaimana cara sastra mengajarkan karakter? Dalam bukunya, B. Rahmanto (2000:16) menjelaskan bahwa pengajaran sastra dapat membantu pendidikan secara utuh apabila cakupan meliputi empat manfaat, yaitu: membantu keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, dan menunjang pembentukan watak. Agung (2011:394) mengatakan ada tiga fokus pendidikan karakter, yaitu berfokus pada nilai-nilai ajaran, nilai klarifikasi, dan pengembangan moral. Sejalan dengan tiga fokus pendidikan karakter tersebut, Sugirin (2011:1) menyatakan bahwa pendidikan karakter merupakan sesuatu yang sangat penting dengan tujuan untuk menerapkan nilai-nilai kebaikan dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan yang dimaksud dalam hal ini adalah pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, dan pendidikan watak yang tujuannya adalah untuk memberi keputusan baik buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Wiyani (2013:27-28) menegaskan bahwa pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntunan kepada peserta didik untuk menjadi manusia seutuhnya, yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga, rasa, dan karsa.

Berbicara mengenai pentingnya sastra sebagai salah satu materi pelajaran pembentuk karakter, tidak diimbangi dengan persentase materi sastra itu sendiri dalam kurikulum. Dari 50 kompetensi dasar pelajaran Bahasa Indonesia yang harus dikuasai oleh peserta didik di tingkat SMA/SMK, jumlah materi sastra hanya 11 kompetensi dasar yakni sekitar 22%. Persentase materi sastra yang tidak banyak ini bisa diimbangi dengan menghadirkan pembelajaran sastra yang bermakna dan berkualitas. Pembelajaran sastra yang bermakna dan berkualitas dapat diwujudkan dengan berbagai cara di antaranya yaitu memilih materi dan bahan ajar yang tepat sebagai bahan pengajaran pendidikan karakter.  Materi sastra yang ditawarkan pada buku pegangan peserta didik yang disediakan oleh pemerintah dapat diperkaya dengan materi-materi lain yang dapat kita ambil dari sumber lain. Materi-materi tersebut dapat dimanfaatkan sebagai materi ajar yang berkualitas untuk memenuhi kebutuhan pengajaran sastra yang bermakna sehingga tujuan pembelajaran sastra sebagai pembentuk karakter berupa nilai pendidikan peserta didik dapat terwujud. Materi ajar sastra yang bermakna hanya dapat terus disediakan dengan  melakukan penelitian  terhadap  karya  sastra  yang potensial  dan  tepat dibelajarkan  kepada  peserta didik sesuai  perkembangan psikologi peserta didik.

 Bagaimana persepsi guru terhadap pembelajaran sastra dalam menanamkan nilai pendidiklan karakter pada siswa dan cara mereka membelajarkan sastra itu sendiri sehingga manfaat dari sastra sebagai bahan penanaman nilai pendidikan karakter dapat terwujud.

Dijelaskan lebih lanjut dalam penelitian itu bahwa dalam hal ini guru sastra dituntut untuk mampu mendorong siswa bergairah untuk “bercinta dengan sastra” Sebagai wujud untuk menyampaikan atau menginjeksikan pendidikan karakter dalam sastra kepada peserta didik ada beberapa upaya yang bisa dilakukan oleh pendidik. Pendidik mengungkapkan nilai-nilai yang terdapat dalam sastra anak dengan pengintegrasian langsung nilai-nilai karakter yang menjadi bagian terpadu dari mata pelajaran tersebut. Pembelajaran sastra di sekolah dasar dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok, yaitu; pembelajaran fiksi, pembelajaran puisi, dan pembelajaran drama. Ketiga bentuk sastra ini harus disajikan secara apresiasi. Oleh karena itu, pendidik harus mampu mencari materi yang tepat, menyusun, menyajikan kegiatan yang bersifat kreatif dan positif dengan materi sastra yang telah dipilih.

 Analisis tematik  adalah cara mengidentifikasi tema-tema yang terpola dalam suatu fenomena. Tema-tema ini dapat diidentifikasi, dikodekan secara induktif (data driven) dari data kualitatif mentah (transkrip wawancara, biografi, rekaman video, dan sebagainya) maupun secara deduktif (theory driven) berdasarkan teori maupun hasil penelitian terdahulu (Boyatzis, 1998).

Berdasarkan hasil analisis tematik dapat dilakukan pengkonstruksian tema-tema. Hasil tersebut akan disajikan berdasarkan urutan fase-fase pengkonstruksian tema-tema dalam data.

Dari pengkodean tersebut didapat beberapa tema:

  1. Pemahaman unsur nilai pendidikan sastra
  2. Keberagaman metode pengajaran
  3. Jenis karya sastra
  4. Penambahan materi sastra
  5. Keberagaman sumber bahan ajar
  6. cara pengajaran sastra

Bahan Ajar Pembelajaran Sastra

Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD)  adalah materi ajar yang sudah dikemas sedemikian rupa sehingga peserta didik diharapkan dapat materi ajar tersebut secara mandiri. Dalam LKPD, peserta didik akan mendapat materi, ringkasan, dan tugas yang berkaitan dengan materi. Selain itu peserta didik juga dapat menemukan arahan yang terstruktur untuk memahami materi yang diberikan dan pada saat yang bersamaan peserta didik diberikan materi serta tugas yang berkaitan dengan materi tersebut.

Lembar kerja peserta didik harus dipersiapkan sedemikian rupa sehingga mampu memberi petunjuk bagi siswa/peserta didik bagaimana mempelajari suatu materi dan apa manfaat yang didapat dari pembelajaran tersebut. dengan mempersiapkan lembar kerja yang benar maka tujuan pembelajaran akan tercapai.

Penanaman pendidikan karater dalam sastra juga dapat memanfaatkan LKPD yang sesuai  agar memudahkan peserta didik/siswa menarik simpulan pendidikan karakter yang bisa diambil dari karya tersebut. Dalam lembar kerja tersebut dapat mengarahkan ke pertanyaan sebagai berikut:

  1. Jelaskan pesan tersirat yang terdapat dalam karya tersebut!
  2. Bagaimana sikap tokoh dalam menghadapi tokoh lain? ( unsur etika)
  3. Apakah sikap tokoh A tepat? Mengapa?
  4. Teladan apa yang bisa kamu ambil dari tokoh tersebut?
  5. Bagaimana sikapmu jika kamu berada dalam permasalahan tersebut?

Setelah bergelut dengan banyak pertanyaan, LKPD tersebut dapat ditutup dengan simpulan yang harus dibuat oleh siswa mengenai sikap-sikap yang sesuai dengan keteladanan dan yang tidak.

Sastra sebagai bagian dari materi yang diajarkan di dunia pendidikan  memiliki tujuan untuk memajukan budi pekerti melalui penanaman pendidikan karakter yang dibutuhkan oleh peserta didik sehingga diharapkan dapat menjadikan peserta didik terampil, berwawasan luas, dan berakhlak mulia. Peserta didik diharapkan tidak hanya memiliki kemampuan intelektual saja, lebih dari itu peserta didik juga diharapkan memiliki karakter yang baik. Kemampuan intelektual yang baik harus diimbangi dengan pendidikan karakter yang baik pula.

  1. Pemahaman unsur nilai pendidikan sastra

Nilai karakter dalam sastra menurut responden dapat diambil dari banyak hal dari mulai pesan tersirat,  unsur etika, estetika, rasa, karsa, perilaku budaya dan seni,  baik, peka, dan teladan.

  1. Keberagaman metode pengajaran

Pengajaran atau pembelajaran sastra sebagai penanaman nilai pendidikan karakter dapat menggunakan berbagai macam metode pengajaran.

  1. Jenis karya sastra

Jenis karya sastra yang cocok dalam pengajaran sastra menurut responden adalah novel, cerpen, dan fabel.

  1. Penambahan materi sastra

Responden merasa jam pelajaran untuk sastra kurang.

  1. Keberagaman sumber bahan ajar

Responden menyimpulkan bahwa sumber bahan ajar dapat ditemukan di internet, dan buku yang lain.

  1. cara pengajaran sastra

Dalam cara pengajaran sastra memberikan banyak contoh pembelajaran untuk menanamkan pendidikan karakter.

Guru dapat memanfaatkan lembar kerja yang didesain dengan baik agar siswa dapat mengambil makna pendidikan karakter dalam pembelajaran satra.

 

DAFTAR PUSTAKA

Ariyana, dkk. Buku Pegangan Pembelajaran Berorientasi pada Keterampilan Berpikir  

         Tingkat   Tinggi. Jakarta Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan

Kementerian Pendidikan  dan Kebudayaan

Aminuddin. 2014. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru

Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: MedPress

Faruk. 2017. Metode Penelitian Sastra. Jogyakarta: Pustaka Pelajar.

Heriyanto. 2018. Thematic Analysis sebagai Metode Menganalisa Data untuk Penelitian

         Kualitatif. Jurnal Undip ANUVA Volume 2 (3): 317-324.2018

 Lickona, Thomas. 2013. Education for Character: Mendidik untuk Membentuk  Karakter 

         (Terjemahan Juma Abdu Wamaungo). Jakarta: Bumi Aksara.

Junaini, Esma, dkk. 2017. Analisis Nilai Pendidikan Karakter dalam Cerita Rakyat Seluma.

Jurnal  KORPUS. Vol. 1 No.1: 39 – 43.

Kristantoa, Yosep Dwi dan Russasmita Sri Padmib. Analisis Data Kualitatif: Penerapan

         Analisis Jejaring untuk Analisis Tematik yang Cepat, Transparan, dan Teliti. Program

Studi Pendidikan Matematika, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta SEAMEO QITEP

         in Mathematics, Yogyakarta

Nurgiyantoro, Burhan. 2013. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University

Press.

Pardopo, Rachmat Djoko. 2013. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya.

Jogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rahmanto, B. 2000. Metode Pengajaran Sastra. Jogjakarta: Kanisius.

Ratna, Nyoman Kutha. 2018. Teori Metode dan Teknik Penelitian Sastra.  Jogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Ratna, Nyoman Kutha. 2013. Glosarium: 1250 Entri Kajian Sastra, Seni, dan Sosial  Budaya.

Jogyakarta: Pustaka Pelajar.

Stanton, Robert. 2012. Teori Fiksi. Jogyakarya: Pustaka Pelajar.

Sugirin. 2011. Character Education for the Efl Student-teachers. Cakrawala Pendidikan,

Th.XXX  Edisi Khusus Dies Natalis UNY, hlm.15-27.

Sumardjo, Jakob dan Saini. 2014. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta : Gramedia.

Wiyani, Novan A. 2013. Membumikan Pendidikan Karakter di SD: Konsep, dan  Strategi.

Yogyakarta: Ar-Ruzz Media

Wulandari, Ririn Ayu. Sastra dalam Pembentukan Karakter Siswa Jurnal Edukasi Kultura

Vol.2 No.2 September 2015.Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia PPs Universitas

Negeri Medan